Perbedaan
Antara Asuransi Ta’awun(syariah) dan Konvensional.
Dari
karekteristik diatas dan definisi yang disampaikan para ulama kontemporer
tentang asuransi ta’awun dapat dijelaskan perbedaan antara asuransi ini dengan
yang konvensional. Diantaranya:
1.
Asuransi syariah termasuk akad tabarru yang bermaksud murni takaful dan ta’awun
(saling tolong menolong) dalam menutup kerugian yang timbul dari bahaya dan
musibah. Sehingga premi dari anggotanya bersifat hibah (tabarru’).
Berbeda dengan asuransi konvensional yang bermaksud mencari keuntungan
berdasarkan akad al-Mu’awwadhoh
al-Ihtimaliyah (bisnis
oriented yang berspekulasi yang dalam bahasa Prancis contrats aleatoirs).
2.
Penggantian ganti rugi atas resiko bahaya dalam asuransi ta’awun diambil dari
jumlah premi yang ada di shunduq (simpanan) asuransi. Apabila tidak mencukupi
maka adakalanya minta tambahan dari anggota atau mencukupkan dengan menutupi
sebagian kerugian saja. Sehingga tidak ada keharusan menutupi seluruh kerugian
yang ada bila anggota tidak sepakat menutupi seluruhnya. Berbeda dengan
asuransi konvensional yang mengikat diri untuk menutupi seluruh kerugian yang
ada (sesuai kesepakatan) sebagai ganti premi asuransi yang dibayar tertanggung.
Hal ini menyebabkan perusahaan asuransi mengikat diri untuk menanggung semua
resiko sendiri tanpa adanya bantuan dari nasabah lainnya. Oleh karena itu
tujuan akadnya adalah cari keuntungan, namun keuntungannya tidak bias untuk
kedua belah pihak. Bahkan apabila perusahaan asuransi tersebut untung maka nasabah
(tertanggung) merugi dan bila nasabah (tertanggung) untung maka perusahaan
tersebut merugi. Dan ini merupakan memakan harta dengan batil karena berisi
keuntungan satu pihak diatas kerugian pihak yang lainnya.
3. Dalam
asuransi konvensional bisa jadi perusahaan asuransi tidak mampu membayar ganti
rugi kepada nasabahnya apabila melewati batas ukuran yang telah ditetapkan
perusahaan untuk dirinya. Sedangkan dalam asuransi ta’awun, seluruh nasabah
tolong menolong dalam menunaikan ganti rugi yang harus dikeluarkan dan
pembayaran ganti rugi sesuai dengan yang ada dari peran para anggotanya.
4.
Asuransi syariah tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan dari selisih premi
yang dibayar dari ganti rugi yang dikeluarkan. Bahkan bila ada selisih (sisa)
dari pembayaran klaim maka dikembalikan kepada anggota (tertanggung). Sedangkan
sisa dalam perusahaan asuransi konvensional dimiliki perusahaan.
5.
Penanggung (al-Mu’ammin) dalam asuransi syariah adalah tertanggung (al-Mu’ammin
Lahu) sendiri. Sedangkan dalam asuransi konvensional, penanggung (al-Mu’ammin) adalah pihak
luar.
6. Premi
yang dibayarkan tertanggung dalam asuransi ta’awun digunakan untuk kebaikan
mereka seluruhnya. Karena tujuannya tidak untuk berbisnis dengan usaha
tersebut, namun dimaksudkan untuk menutupi ganti kerugian dan biaya operasinal
perusahaan saja Sedangkan dalam system konvensional premi tersebut digunakan
untuk kemaslahatan perusahaan dan keuntungannya semata Karena tujuannya adalah
berbisnis dengan usaha asuransi tersenut untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari pembayaran premi para nasabahnya.
7.
Asuransi ta’awun bebas dari riba, spekulasi dan perjudian serta gharar yang
terlarang. Sedangkan asuransi konvensional tidak lepas dari hal-hal tersebut.
8. Dalam
asuransi ta’awun, hubungan antara nasabah dengan perusahaan asuransi ta’awun
ada pada asas berikut ini:
a.
Pengelola perusahaan melaksanakan managemen operasional asuransi berupa
menyiapkan surat tanda keanggotaan (watsiqah), mengumpulkan premi,
mengeluarkan klaim (ganti rugi) dan selainnya dari pengelolaannya dengan
mendapatkan gaji tertentu yang jelas. Itu karena mereka menjadi pengelola
operasional asuransi dan ditulis secara jelas jumlah fee (gaji) tersebut.
b.
Pengelola perusahaan melakukan pengembangan modal yang ada untuk mendapatkan
izin membentuk perusahaan dan juga memiliki kebolehan mengembangkan harta
asuransi yang diserahkan para nasabahnya. Dengan ketentuan mereka berhak
mendapatkan bagian keuntungan dari pengembangan harta asuransi sebagai mudhoorib (pengelola pengembangan modal dengan mudhorabah).
c.
Perusahaan memiliki dua hitungan yang terpisah. Pertama untuk pengembangan
modal perusahaan dan kedua hitungan harta asuransi dan sisa harta asuransi
murni milik nasabah (pembayar premi).
d.
Pengelola perusahaan bertanggung jawab apa yang menjadi tanggung jawab al-Mudhoorib dari aktivitas pengelolaan yang
berhubungan dengan pengembangan modal sebagai imbalan bagian keuntungan
mudhorabah, sebagaimana juga bertanggung jawab pada semua pengeluaran kantor
asuransi sebagai imbalan fee (gaji) pengelolaan yang menjadi hak mereka. [15]
Sedangkan
hubungan antara nasabah dengan perusahan asuransi dalam asuransi konvensional
adalah semua premi yang dibayar nasabah (tertanggung) menjadi harta milik
perusahaan yang dicampur dengan modal perusahaan sebagai imbalan pembayaran
klaim asuransi. Sehingga tidak ada dua hitungan yang terpisah.
1. Nasabah
dalam perusahaan asuransi ta’awun dianggap anggota syarikat yang memiliki hak
terhadap keuntungan yang dihasilkan dari usaha pengembangan modal mereka.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, para nasabah tidak dianggap syarikat,
sehingga tidak berhak sama sekali dari keuntungan pengembangan modal mereka
bahkan perusahan sendirilah yang mengambil seluruh keuntungan yang ada.
2.
Perusahaan asuransi ta’awun tidak mengembangkan hartanya pada hal-hal yang
diharamkan. Sedangkan asuransi konvensional tidak memperdulikan hal dan haram
dalam pengembangan hartanya.
Sesuai dengan namanya "Asuransi Syariah", maka jelas bahwa
asuransi ini berbasis syariah (menganut prinsip-prinsip syariah) dalam
penerapan dan sistem kerjanya. Ada beberapa perbedaan mendasar yang membedakan
antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional,
antara lain :
- Akad (perjanjian) pada asuransi
syariah berdasarkan tolong menolong. Sedangkan asuransi konvensional
berdasarkan jual beli.
- Kepemilikan dana pada asuransi
syariah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah
untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, dana yang
terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik perusahaan. Sehingga,
perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
- Investasi dana pada asuransi
syariah berdasarkan bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi
konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
- Asuransi syariah tidak mengenal
dana hangus dalam mekanismenya. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat
melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa
reversing period, maka dana yang dimasukkan dapat diambil kembali. Kecuali
sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk tabarru (sumbangan/derma).
Sedangkan asuransi konvensional menerapkan kebijakan
dana hangus bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan.pembayaran premi.
- Pembayaran klaim pada asuransi
syariah diambil dari dana tabarru (dana kebajikan) seluruh peserta yang
sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai
sebagai dana tolong menolong di antara peserta bila terjadi musibah.
Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim diambilkan dari
rekening dana perusahaan.
- Pada asuransi syariah,
pembagian keuntungan dibagi berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
antara perusahaan dengan peserta asuransi, sesuai dengan proporsi yang
telah ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan
menjadi hak milik perusahaan.
- Asuransi syariah mempunyai
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang betugas mengawasi pengelolaan dana
investasi dan produk yang dipasarkan. Sedangkan pada asuransi konvensional
tidak ditemukan Dewan Pengawas Syariah. namun setara dengan dewan
komisaris dalam sebuah struktur oraganisasi perusahaan